Jakarta-Efisiensi APBN tahun 2025 diperkirakan akan berdampak serius terhadap 2,3 juta nelayan di Indonesia yang semakin rentan terhadap kemiskinan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menyampaikan kekhawatiran mereka atas pemotongan anggaran yang berdampak langsung pada kehidupan nelayan kecil dalam struktur anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Mengutip siaran pers Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jumat, (14/03/2025). menemukan bahwa pemangkasan anggaran KKP justru menyasar sejumlah program yang berkontribusi terhadap kesejahteraan nelayan. “Mayoritas belanja yang dipangkas berpengaruh langsung pada nelayan kecil. Total belanja yang terkena pemotongan mencapai Rp1.490 miliar dari belanja operasional dan program pemerintah. Ini termasuk layanan dasar seperti perizinan dan bantuan bagi nelayan,” ujar Gulfino Guevarrato dari Seknas FITRA.
Diketahui bahwa APBN untuk KKP mengalami pengurangan sebesar Rp2,12 triliun pada tahun 2025, dari pagu awal Rp6,2 triliun menjadi Rp4,10 triliun (lihat Tabel 1). Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa efisiensi ini tidak akan mengganggu program prioritas nasional. Namun, analisis struktur revisi anggaran menunjukkan bahwa belanja birokrasi tetap utuh, sementara belanja yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan pelayanan publik justru mengalami pemotongan signifikan.
Dampak Pemotongan Anggaran terhadap Nelayan dan Perempuan Nelayan
Menurut Nila Wati dari KPPI Kota Medan, kebijakan efisiensi ini berpotensi memperlambat implementasi berbagai program penting, termasuk program ketangguhan menghadapi perubahan iklim, layanan sanitasi, air bersih, serta tata kelola sampah.
Lebih jauh, Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan menyoroti bahwa pengurangan anggaran bagi nelayan skala kecil dapat meningkatkan praktik perikanan ilegal (IUU fishing). “Ketika nelayan kecil tidak mendapatkan dukungan anggaran untuk melaut, wilayah pengelolaan perikanan akan lebih terbuka bagi kapal-kapal asing yang mencuri sumber daya ikan nasional,” kata Abdul Halim dari Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan.
Selain itu, minimnya jumlah pengawas laut dibanding luasnya wilayah perikanan menyebabkan maraknya praktik alat tangkap merusak. Jika dibiarkan, kelestarian sumber daya ikan akan semakin terancam.
Tabel 1. Efisiensi Anggaran di Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2025
No | Pos Anggaran | Pagu Awal | Pagu Revisi |
1 | Belanja Barang | Rp3,35 triliun | Rp1,16 triliun |
2 | Belanja Modal | Rp943 miliar | Rp566 miliar |
3 | Belanja Pegawai | Rp1,91 triliun | Rp1,91 triliun |
Potensi berkurangnya pelayanan publik di sektor kelautan dan perikanan juga berdampak besar bagi perempuan nelayan. KPPI mencatat bahwa banyak perempuan nelayan masih kesulitan mengakses program perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu kendala utama adalah minimnya kepemilikan Kartu Kusuka, yang menjadi syarat untuk memperoleh asuransi BPJS Ketenagakerjaan, beasiswa bagi anak nelayan, serta bantuan alat tangkap dari dinas perikanan.
“Kebijakan efisiensi anggaran ini menjadi tantangan besar bagi nelayan dan perempuan nelayan. Dengan kebutuhan yang semakin besar, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan peningkatan kesejahteraan mereka,” tutup Gulfino.