Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan sejumlah media massa melanggar kode etik dalam pemberitaan kekerasan seksual oleh guru tehadap muridnya di Gorontalo.
Media ini memberitakan kekerasan seksual dengan menyebut nama siswa yang menjadi korban secara terang benderang. Bahkan, media menyebut nama sekolah dan organisasi tempat korban menjalankan kegiatan.
Tak hanya itu, media juga menayangkan tangkapan layar rekaman video yang memperlihatkan bagaimana kejahatan itu terjadi. Meski diburamkan, penayangan tangkapan layar video kejahatan itu menunjukkan media tidak senstitif terhadap korban.
Baca juga: Rampas Motor dan Lukai Korban, Ini Tampang 3 Begal Sadis di Sukabumi yang Ditembak Polisi
Korban kekerasan seksual oleh guru yang jahat, kian bertambah bebannya sebagai korban, akibat pemberitaan media massa yang abai pada perlindungan anak.
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida mengatakan, media massa tak sepantasnya dikuasai oleh nafsu berburu klik dan viral dalam memberitakan kekerasan seksual.
Baca juga: Gegara Warisan, Kakak Bacok Adik dan Tuduh Dukun Santet di Palabuhanratu
“Sebaliknya, media massa harus menjalankan fungsi perlindungan, dan menumbuhkan empati dan simpati pada korban. Media massa sepatutnya mendidik publik agar lebih cerdas dalam membangun perspektif atas berita kekerasan seksual,” ujar Nany dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/9/2024).
Lebih lanjut Nany mengatakan, sebagai bentuk dukungan pada korban, mendorong agar media massa selalu patuh pada kode etik, dan menghasilkan karya jurnalistik yang mencerahkan, AJI menyatakan 4 poin pernyataan sikap.
“Pertama, menyerukan kepada media massa agar tidak meninggalkan kode etik dalam memberitakan kekerasan seksual. Apalagi, dalam kasus di Gorontalo, yang menjadi korban adalah murid yang belum berusia dewasa,” ujar Nany.
Baca juga: Amankan Gerombolan Bermotor Tawuran, Polisi Dibacok Pelajar di Sukabumi
Kedua, lanjut Nany, media massa taat kode etik jurnalistik, tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan seksual. Media massa jangan menyebut semua data dan informasi menyangkut korban yang memudahkan orang lain untuk melacak.
“Ketiga, dalam menjalankan tugas, jurnalis harus menempuh cara-cara yang profesional dengan menghormati hak privasi dan menghormati pengalaman traumatik koban dalam penyajian berita,” ujar Nany.
Nani menambahkan, poin keempat mengajak kepada masyarakat yang menemukan pemberitaan melanggar kode etik jurnalistik, bisa melapor ke Dewan Pers. Caranya, masuk ke situs web dewanpers.or.id. Klik laman data pengaduan, unduh formulirnya melalui https://dewanpers.or.id/datapengaduan/form, lalu kirim formulir pengaduan yang sudah diisi ke alamat pengaduan@dewanpers.or.id.
Editor: Dharmawan Hadi