Labuan Bajo – Patroli penegakan hukum di perairan Taman Nasional (TN) Komodo dini hari berubah menjadi operasi berisiko tinggi. Tim gabungan Balai Gakkumhut Jawa Bali Nusa Tenggara (JBN), Ditpolair Korpolairud Baharkam Mabes Polri, Ditpolairud Polda NTT, Satreskrim polres Manggarai Barat, dan Balai TN Komodo terlibat baku tembak saat menghadang kelompok pemburu liar yang diduga selama ini kerap memburu satwa dilindungi, khususnya rusa, di kawasan TN Komodo.
Rangkaian kejadian bermula pada Minggu (14/12/2025) pukul 02.30 WITA. Menggunakan KP Badak Laut 01 dan Kapal G1 Komodo, tim gabungan menemukan kapal kayu dg ukuran panjang 10 meter lebar 3,5 meter yang diduga membawa pemburu liar dan hasil buruannya di sekitar Loh Serikaya, Pulau Komodo. Saat disergap, kapal tersebut berupaya kabur ke arah luar kawasan TN Komodo.
Tim gabungan memberikan peringatan lisan melalui pengeras suara Kapal G1 Komodo. Namun peringatan tersebut tidak diindahkan. Pada pukul 02.33 WITA, personel Polri melepaskan tiga kali tembakan peringatan ke udara.

Bukannya berhenti, pelaku justru membalas dengan tiga kali tembakan ke arah Kapal G1 Komodo. Kejar-kejaran pun berlangsung dalam kondisi gelap, arus perairan yang dinamis, serta ancaman tembakan yang terus mengarah ke petugas.
Kontak senjata terjadi sekitar pukul 03.45 WITA di perairan Selat Sape, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam situasi tersebut, kelompok pemburu tetap melawan dan menembaki tim gabungan.
Karena pelaku terus melakukan perlawanan bersenjata, tim gabungan mengambil tindakan terukur untuk menghentikan pelarian: Kapal G1 Komodo melumpuhkan speed boat yang membawa kelompok pemburu. Benturan membuat kapal pelaku pecah dan bocor, hingga kemudian tenggelam. Dari operasi ini, tim gabungan berhasil mengamankan 3 (tiga) orang yang diduga pemburu.
Tim gabungan pada hari senin 15 Desember 2025 kembali ke Selat Sape untuk menyisir TKP dan menemukan barang bukti berupa bangkai Rusa, parang dan senjata rakitan serta amunisi yang tenggelam saat insiden.

Hasil keterangan awal dari para pelaku yang ditangkap mengungkap, kelompok pemburu diduga berjumlah 8 (delapan) orang, membawa 4 (empat) pucuk senjata rakitan serta sejumlah amunisi. Sementara itu, 5 (lima) orang lainnya termasuk pimpinan kelompok melarikan diri dengan melompat dari kapal dan saat ini masih dalam pengejaran. Kapal pemburu yang sempat tenggelam telah ditarik dan diamankan oleh tim gabungan untuk kepentingan penyidikan.
Kepala Balai Gakkum Jabalnusra, Aswin Bangun menegaskan bahwa penegakan hukum di kawasan konservasi tidak jarang menempatkan personel pada situasi paling berbahaya, karena pelaku sudah berani membawa senjata dan menembak petugas.
“Pelaku menolak berhenti dan memilih melawan dengan menembaki tim. Kami bertindak terukur memberikan tembakan peringatan untuk menghentikan perlawanan dan mencegah korban,” kata Aswin Bangun.
Pimpinan pemburu, MS merupakan residivis dengan kasus yang sama dan dikenal licin dalam menjalankan aksinya serta telah lama menjadi target operasi Ditjen Gakkum Kehutanan.
Kasus ini akan disidik secara multidoors bersama Penyidik Polri dengan menerapkan ketentuan pidana UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata api.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan operasi ini merupakan tindak lanjut arahan Menteri Kehutanan Raja Juli dan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki agar kawasan konservasi benar-benar steril dari aktivitas ilegal, termasuk perburuan satwa dilindungi yang mengancam keseimbangan ekosistem.
“Penertiban perburuan liar di kawasan konservasi adalah perintah yang jelas: kawasan ini harus bersih dari aktivitas ilegal. Kami bergerak terukur, tegas, dan berkelanjutan—bukan sekadar patroli sesaat. Penindakan di lapangan harus diikuti pengungkapan jaringan, termasuk sumber senjata dan amunisi,” ujar Dwi Januanto Nugroho.
Hingga saat ini, tim gabungan masih melakukan pengejaran terhadap lima pelaku yang melarikan diri, sekaligus mengembangkan penyidikan untuk membongkar jejaring perburuan liar yang beroperasi di sekitar TN Komodo.
Rusa Timor (Cervus timorensis) merupakan satwa kunci sekaligus satwa dilindungi yang berada di Taman Nasional Komodo karena menjadi sumber pakan utama komodo sekaligus penyangga keseimbangan ekosistem savana—mengendalikan pertumbuhan vegetasi melalui aktivitas merumput, membantu penyebaran biji, dan menjaga siklus hara yang menopang keanekaragaman hayati.
Perburuan rusa tidak hanya mengurangi populasi satwa dilindungi di kawasan konservasi, tetapi juga mengganggu rantai makanan yang dapat memicu pergeseran perilaku komodo, meningkatkan tekanan pada satwa lain, dan pada akhirnya merusak daya dukung habitat serta nilai wisata alam TN Komodo; karena itu, penindakan tegas terhadap pemburu rusa adalah langkah nyata melindungi komodo dan menjaga integritas ekosistem kawasan. (red)


